TNI AL

TNI-AL

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFjNkk-sXTIyDjNQomR16D3I3EOBbn7dXdUPPwgaZzY1mlIBe5zQwggGlyX86FgaDUmExjPiE8sWI3fWZy2s8Bef7xt3XBp9fvMttBref6T_cGAuxNiyiJep34zxmE2urpOiyF3SdT_Yw/s1600/Logo+TNI+AL.jpg


Motto : Jalesveva Jayamahe
Artinya : Di Laut Kita Jaya
Elemen-Elemen :

1. Garuda Pancasila adalah falsafah negara Republik Indonesia yang 
sepenuhnya menjadi unsur utama lambang AL.

2. Jangkar melukiskan semangat bahari dan kecintaan prajurit AL 
terhadap seluruh nusantara.

3. Rantai yang melilit pada jangkar melukiskan semangat kesatuan 
dan persatuan seluruh gugusan kepulauan RI.

4. Padi diantara kapas melukiskan cita-cita kemakmuran bangsa 
Indonesia dengan kecukupan pangan.

5. Kapas yang menjadi lambang sandang melukiskan cita-cita 
kesejahteraan bangsa dengan memiliki cukup pakaian.


Fungsi TNI AL



Dalam kaitannya dengan tujuan dasar strategi militer, TNI AL 
memiliki dua fungsi dasar yaitu Pengendalian Laut dan Proyeksi 
Kekuatan. Dua fungsi ini saling berhubungan satu dengan 
lainnya. Tingkat pengendalian di laut sangat ditentukan 
dengan tersedianya kekuatan yang diproyeksikan. Sebaliknya, 
kemampuan untuk memproyeksikan kekuatan dibuat untuk 
mendukung pengendalian laut.

1. Pengendalian Laut

Pada dasarnya pengendalian laut bertujuan untuk menjamin 
kepentingan nasional di dan lewat laut, dan bertujuan agar mampu 
secara optimal memanfaatkan potensi laut yang dimilikinya untuk 
kepentingan bangsa sendiri, serta mampu mencegah atau 
menghambat pemanfaatan oleh bangsa lain yang dapat merugikan 
kepentingan sendiri.

2. Proyeksi Kekuatan, terbagi ke dalam :

a. Proyeksi kekuatan sebagai bagian dari pengendalian laut. 
Adalah penggunaan dari kapal-kapal TNI AL dan pasukan 
Marinir untuk memastikan pengendalian dan terpeliharanya 
keamanan di laut dan daerah penting lainnya.

b. Proyeksi kekuatan untuk mendukung kampanye kekuatan 
darat dan udara. Spektrum yang lebih luas ini meliputi operasi 
amfibi, penggunaan pesawat angkut udara, bantuan tembakan 
kapal terhadap sasaran di darat, dalam mendukung kampanye 
udara dan darat.


Peran TNI AL




1. Peran Militer (Military/Defence)

Peran Militer TNI AL dilaksanakan dalam rangka menegakkan 
kedaulatan negara di laut dengan cara pertahanan negara 
dan penangkalan ; menyiapkan kekuatan untuk persiapan 
perang, menangkal setiap ancaman militer melalui laut, 
menjaga stabilitas kawasan maritim, melindungi dan 
menjaga perbatasan laut dengan negara tetangga. 
Selanjutnya dalam upaya pertahanan negara dan penangkalan 
ini dilaksanakan kegiatan ataupun operasi untuk ; melindungi 
segenap aktifitas negara dalam eksplorasi dan eksploitasi laut, 
melindungi kehidupan, kepentingan dan kekayaan laut nasional 
baik dari ancaman luar maupun dalam negeri, menyiapkan sistem 
pertahanan laut yang handal, membangun kekuatan tempur 
laut yang siap untuk perang, membangun pangkalan-pangkalan 
dan fasilitas labuh bagi kapal-kapal, serta menunjukan iktikad damai 
terhadap negara tetangga.

Peran militer dalam keadaan perang ataupun konflik bersenjata pada 
hakekatnya adalah penggunaan kekuatan secara optimal untuk memenangkan 
perang atau konflik bersenjata. Penggunaan kekuatan tersebut tergantung 
kondisi geografi dan intensitas konflik bersenjata yang dihadapi. 
Penggunaan kekuatan diarahkan untuk menghadapi setiap agresi militer 
melalui laut, mencegah musuh untuk menggunakan laut untuk 
kepentingannya, mengendalikan laut untuk kepentingan nasional, 
mengamankan dan melindungi penggunaan laut bagi lalu lintas manusia 
dan barang, menggunakan laut untuk proyeksi kekuatan ke darat, 
serta mendukung operasi pemeliharaan perdamaian PBB.

2. Peran Polisionil (Constabulary)

Peran Polisionil TNI AL dilaksanakan dalam rangka menegakkan 
hukum di laut, melindungi sumber daya dan kekayaan laut nasional, 
memelihara ketertiban di laut, serta mendukung pembangunan bangsa, 
dalam hal ini memberikan kontribusi terhadap stabilitas dan 
pembangunan nasional. Peran polisionil ini dilaksanakan di seluruh 
perairan laut yurisdiksi nasional yang secara umum untuk memelihara 
ketertiban di laut. Peran untuk melaksanakan tugas penegakkan dan 
hukum di laut diselenggarakan secara mandiri atau gabungan dengan 
komponen kekuatan laut lainnya.

Pelaksanaan penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan laut 
dengan cara menggelar operasi laut di kawasan strategis dan operasi 
laut sehari-hari. Menegakkan hukum dan memelihara ketertiban di laut 
dilaksanakan dalam upaya melindungi pemanfaatan kekayaan laut secara legal, 
mencegah penyelundupan dan imigran gelap serta mencegah 
pelanggaran-pelanggaran di laut lainnya. Sedangkan untuk keamanan 
jalur lintas laut internasional, diselenggarakan dalam rangka mendukung 
dan melaksanakan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional di wilayah 
laut yurisdiksi nasional.

3. Peran Dukungan Diplomasi (Diplomacy Supporting)

Peran Dukungan Diplomasi oleh TNI AL merupakan peran yang sangat 
penting seperti halnya setiap angkatan laut di seluruh dunia. Peran ini 
dahulu dikenal sebagai Unjuk Kekuatan Angkatan Laut yang telah 
menjadi peran tradisional angkatan laut. Dukungan diplomasi adalah 
penggunaan kekuatan laut sebagai sarana diplomasi dalam mendukung 
kebijaksanaan luar negeri pemerintah, dan dirancang untuk 
mempengaruhi kepemimpinan negara atau beberapa negara 
dalam keadaan damai atau pada situasi yang bermusuhan.

Secara tradisional, angkatan laut menunjukan kehadirannya di laut 
dengan melaksanakan kunjungan kapal-kapal perang ke luar negeri 
untuk mengingatkan dan menunjukan kemampuan dan kekuatannya 
di laut. Di samping itu untuk mempengaruhi pandangan negara-negara
yang dikunjungi terhadap kebesaran bangsa, dan mempromosikan di 
dunia internasional. Kehadiran di laut itu tidak didasarkan atas adanya 
ancaman, namun lebih merupakan sebagai duta bangsa yang berperan 
untuk membentuk opini dan membangun kepercayaan antar negara 
(Confidence Building Measures/CBM). Kapal perang yang melaksanakan 
tugas diplomasi ini harus memiliki kesiapan tempur yang prima, mudah 
dikendalikan, memiliki mobilitas yang tinggi, memiliki kemampuan proyeksi
kekuatan ke darat, serta mampu untuk menampilkan sosok angkatan laut 
yang kuat dan berwibawa sebagai simbol dari kekuatan, dan memiliki daya
 tahan operasi yang tinggi.

4. Peran Lainnya

Disamping tiga peran di atas, TNI AL juga memiliki peran yang tidak 
kalah pentingnya yaitu peran untuk melaksanakan operasi lain selain 
perang (Military Operations Other Than War) dalam rangka memanfaatkan 
kekuatan TNI AL bagi kepentingan bangsa dan negara. Peran tersebut 
mencakup tugas-tugas kemanusiaan dan penanggulangan bencana, 
search and rescue, operasi perdamaian dan operasi bantuan lainnya 
yang dibutuhkan.


Doktrin TNI AL



1. Hakekat Doktrin

Definisi paling sederhana, doktrin adalah suatu ajaran". Sedangkan 
definisi umum tentang Doktrin Militer adalah prinsip-prinsip dasar yang 
digunakan oleh militer sebagai pedoman untuk bertindak dalam mencapai 
tujuan. Oleh sebab itu istilah doktrin yang dimaksudkan disini adalah 
doktrin militer. Doktrin bukanlah seperangkat aturan-aturan yang 
penerapannya tanpa memerlukan pemikiran, melainkan merupakan 
suatu kerangka kerja untuk memahami hakekat konflik bersenjata dan 
penggunaan kekuatan militer. Tujuannya adalah untuk membimbing, 
menjelaskan dan mengajarkan, serta menyediakan dasar untuk diskusi dan 
studi lebih lanjut.

Doktrin adalah pokok pemikiran yang menyangga kebijakan pertahanan. 
Doktrin bersifat menerangkan dan menjelaskan, sedangkan kebijakan 
bersifat mengarahkan dan menentukan. Landasan doktrin adalah sejarah, 
dan kewenangannya diperoleh melalui pengalaman yang bermacam-macam. 
Sekalipun doktrin sudah teruji oleh sejarah dan pengalaman, bukan berarti
doktrin tidak boleh diubah. Doktrin berkembang sebagai respon dari 
perubahan politik atau latar belakang strategi, atau sebagai hasil dari 
teknologi baru. Oleh karena itu, doktrin mempengaruhi jalan yang ditempuh 
dari kebijakan dan perencanaan yang akan ditetapkan, demikian pula akan 
mempengaruhi bagaimana kekuatan militer akan diorganisasikan dan dilatih, 
serta bagaimana cara memperoleh peralatan yang dibutuhkan. Hubungan 
antara doktrin dengan strategi adalah bahwa Doctrine influences strategy 
and results of strategy become the experiences that are the basis for doctrine.

2. Arti Penting Doktrin

Doktrin memiliki arti sangat penting, karena pemahaman terhadap 
doktrin dapat membantu memperjelas pemikiran untuk kmemutuskan 
cara bertindak pada situasi kekacauan yang disebabkan oleh krisis atau perang. 
Doktrin memberikan bimbingan dan latihan konsistensi bersikap dan 
berperilaku, kebersamaan dan saling mempercayai, untuk menghasilkan 
suatu tindakan kolektif yang wajar dan benar. Di samping itu, doktrin 
dapat mengarahkan organisasi atau komando untuk menjamin keterpaduan 
pencapaian sasaran.

3. Sejarah Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya

Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya telah menggariskan landasan sejarah 
dari peran Angkatan Laut di dunia, hal mana merupakan fakta dari sejarah 
bahwa kebesaran suatu bangsa atau negara maritim sangat ditentukan oleh 
kekuatan lautnya, berupa kekuatan armada niaganya yang mampu 
berlayar mengarungi samudera untuk melakukan perdagangan. 
Untuk menjamin keselamatan dari armada niaga, maka dibentuklah 
suatu kekuatan armada bersenjata yaitu Angkatan Laut. Berdasarkan 
fakta sejarah tersebut, maka kehadiran angkatan laut untuk memberikan 
jaminan keamanan di laut, sudah merupakan suatu conditiosine quanon.

Doktrin formal TNI AL dimulai dengan diresmikannya Doktrin ALRI Eka 
Sasana Jaya berdasarkan Keputusan Menteri / Panglima ALRI Nomor : 5000.1 
pada tanggal 17 Agustus 1965, dan kemudian disahkan oleh Presiden RI 
pada tahun 1965 itu juga. Esensi dari Doktrin ALRI Eka Sasana Jaya adalah 
semangat perjuangan Angkatan Laut pada waktu itu, setelah 
keberhasilan perjuangan bangsa dalam membebaskan Irian Jaya dilanjutkan
masuk dalam kancah konfrontasi dengan Malaysia. Oleh karena itu nuansa 
Doktrin ALRI Eka Sasana Jaya tahun 1965 adalah nuansa membangkitkan 
semangat perjuangan. Eka Sasana Jaya tahun 1965 itu juga dimaksudkan 
sebagai Doktrin Keamanan Revolusi Indonesia, sebagai Doktrin Kekaryaan 
ALRI, dan sebagai Doktrin Bahari Indonesia.

Sebelum itu, sebenarnya sudah ada publikasi-publikasi resmi ALRI yang 
digunakan sebagai Petunjuk Tempur. Secara formal belum disebut sebagai 
suatu doktrin, namun pada dasarnya adalah doktrin pada level operasi 
dan taktik, misalnya Prosedur Operasi Amfibi, Operasi Anti Kapal Selam, 
maupun prosedur Bantuan Tembakan Kapal dan Bantuan Tembakan Udara. 
Di samping itu, pemikir ALRI pada waktu itu juga berhasil merumuskan suatu 
pedoman sikap mental dan tingkah laku prajurit, yaitu Trisila Angkatan Laut. 
Konsep Trisila dicetuskan oleh Laksamana Muda TNI Anumerta Yos Sudarso 
pada tahun 1956 ketika almarhum masih berpangkat Mayor, dan didiskusikan 
bersama rekan-rekannya antara lain Laksamana Mursalim dan 
Laksamana Mulyadi yang waktu itu masih berpangkat Kapten. Trisila 
yang terdiri dari ; Disiplin, Hirarki dan Kehormatan Militer, tidak 
bertentangan dan justru bersumber dari Pancasila, Sapta Marga, 
Sumpah Prajurit maupun Delapan Wajib TNI, dan merupakan suatu 
konsepsi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa kebersamaan, sumber 
semangat Korps, serta mendorong terciptanya kehidupan Khas TNI AL 
sesuai medan juangnya di laut yang begitu unik dan berat.

Istilah "doktrin" bagi TNI/ABRI mulai digunakan lagi sejak tahun 1982 
ketika diresmikan Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta 
sebagai Pedoman Penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara 
bagi TNI/ABRI pada waktu itu, yang kemudian dimantapkan ke dalam 
Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan 
Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara. Perkembangan selanjutnya 
pada tahun 1988 disahkan Doktrin Catur Dharma Eka Karma 
berdasarkan Keputusan Pangab Nomor : Kep/04/II/1998 tanggal 27 Februari 1988, 
yang dimaksudkan sebagai Doktrin Induk bagi TNI/ABRI. 
Selanjutnya pada tahun 1991 disahkan Doktrin Pertahanan Keamanan 
Negara berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor : Kep/17/X/1991 
tanggal 5 Oktober 1991, dimaksudkan sebagai Doktrin Dasar TNI/ABRI. 
Kemudian pada tahun 1994 diresmikan Doktrin Sad Daya Dwi Bhakti 
berdasarkan Keputusan Pangab Nomor : Kep/05/III/1994 
tanggal 21 Maret 1994, sebagai Doktrin Pelaksana TNI/ABRI. 
Sampai akhir dekade 90-an, TNI/ABRI disatukan dengan 
tiga buah doktrin level strategi ; Doktrin Dasar adalah 
Doktrin Hankamneg 1991, Doktrin Induk adalah 
Doktrin Catur Dharma Eka Karma 1988, dan Doktrin Pelaksanaannya 
adalah Doktrin Sad Daya Dwi Bhakti 1994.

Dengan disatukannya TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Polri dalam ABRI 
dan digunakannya Doktrin Catur Dharma Eka Karma 1988 sebagai 
Doktrin Induk serta Doktrin Sad Daya Dwi Bhakti 1994 sebagai 
Doktrin Pelaksanaan, masing-masing doktrin angkatan otomatis 
tidak digunakan lagi. Doktrin Induk maupun Doktrin Pelaksanaan 
dijabarkan di masing-masing angkatan berupa Buku-Buku Petunjuk. 
Di TNI AL Buku-Buku Petunjuk tersebut dijabarkan dan ditata dalam 
suatu stratifikasi : Buku Petunjuk Dasar (PUM-1), Buku Petunjuk 
Induk (PUM-1.01 s/d PUM-1.13), dan Buku Petunjuk Pembinaan 
maupun Buku Petunjuk Operasi, kesemuanya pada dasarnya adalah 
doktrin pada level operasi dan taktik.

Perubahan situasi politik dan pemerintahan pada tahun 1998 yang 
kemudian diikuti dengan penataan fungsi dan peran TNI berdasarkan 
paradigma baru TNI, antara lain perubahan ABRI kembali menjadi TNI 
dan lepasnya Polri dari ABRI, kemudian dihapuskannya Dwifungsi ABRI, 
mendorong masing-masing angkatan untuk merevisi dan menata kembali 
doktrin angkatan maupun publikasi-publikasi resmi yang digunakan dalam 
Pembinaan, Pengembangan, dan Penggunaan Kekuatan. Untuk TNI AL 
penyusunan doktrin angkatan bertitik tolak dari pengertian doktrin militer 
yang dianut secara universal oleh negara-negara di dunia, dengan mengadopsi 
pandangan-pandangan dari para pemikir doktrin maritim maupun doktrin 
militer, baik di tingkat nasional maupun tingkat dunia. 
Pandangan-pandangan dari pemikir strategi maritim tingkat dunia 
semacam Alfred Thayer Mahan dan Sir Jullian Corbett bagaimanapun 
juga tetap mewarnai esensi dari doktrin TNI AL, di samping pemikir 
strategi maritim tingkat nasional seperti almarhum Laksamana Muda 
TNI Suwarso MSc yang hasil karya berupa kumpulan tulisan-tulisannya 
sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu referensi utama oleh TNI AL.

4. Garis Besar Isi Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya

a. Bab-I, tentang Lingkungan Laut dan Sifat Dasar Kekuatan Laut. 
Bab pertama ini menjelaskan apa saja yang dimaksud dengan lingkungan laut 
dan lingkungan strategis maritime yang mendasari dimensi strategi militer, 
ruang tempur multi dimensi dan atribut kekuatan laut.

b. Bab-II tentang Perang dan Konflik Bersenjata. Bab selanjutnya membahas 
tentang hakekat perang dan konflik bersenjata dalam suatu dimensi konflik. 
Hal ini menyebabkan konflik di dunia modern terbagi ke dalam 
macam-macam konflik serta eskalasi dan tingkatan konflik. Dengan demikian 
peperangan laut juga akan terbagi pada tingkatan komando dan 
perencanaan serta hubungannya dengan konvensi internasional.

c. Bab-III tentang Konsepsi Pertahanan Negara di Laut. Bab ini mengulas 
makna laut bagi bangsa Indonesia sehingga dapat dijadikan konsepsi dasar 
pertahanan negara. Konsepsi ini juga mewadahi kepentingan nasional serta 
fungsi dan peran angkatan laut yang dituangkan ke dalam pkok-pokok 
pertahanan laut nusantara. Penerapan konsep ini dibatasi dengan kawasan 
operasi/focal area tertentu sebagai mandala perang dan sejalan dengan 
konsep pelibatan dan daerah latihan sesuai prinsip-prinsip perang laut.

d. Bab-IV tentang Kekuatan dan Kemampuan Maritim. Bab berikutnya 
memberikan gambaran bagaimana kekuatan dan kemampuan maritim 
diproyeksikan menjadi kemampuan TNI AL sekaligus implementasinya 
dalam bentuk kemampuan operasi di laut.

e. Bab-V tentang Pokok-pokok Penggunaan Kekuatan Laut. Bab ini mengalir 
dari kemampuan operasi di laut oleh TNI AL dalam penggunaan pada tugas 
perang dan penggunaan tugas non perang.

f. Bab-VI tentang Perencanaan dan penyelenggaraan Operasi dan 
Kampanye Maritim. Bab ini menjabarkan tujuan strategi militer yang 
ingin dicapai memanfaatkan seni operasi. Tujuan ini dicapai melalui 
kampanye maritim yang didahului dengan suatu proses perencanaan 
yang terpadu dan terinci sesuai tahapan kampanye maritim.

g. Bab-VII tentang Komando Pengendalian dan Dukungan Logistik. 
Bab terakhir ini menjelaskan masalah komando dan pengendalian pada 
saat operasi laut berlangsung untuk mendukum kampanye maritim. 
Selain itu juga disinggung mengenai komunikasi dan elektronika serta 
dukungan logistik yang dapat diberikan.

5. Stratifikasi Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya

Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya. Doktrin ini adalah Doktrin TNI AL yang 
menjadi landasan bagi doktrin-doktrin lainnya yang diwujudkan dalam 
Buku-buku Petunjuk dan digunakan pedoman oleh jajaran TNI AL. 
Posisi Doktrin ini dalam hirarki Doktrin Pertahanan Negara, digambarkan 
pada Lampiran "A". Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya menjelaskan lingkungan 
laut dan sifat dasar kekuatan laut, perang dan konflik bersenjata, konsepsi 
pertahanan negara di laut, kekuatan dan kemampuan maritim serta memberikan 
gambaran bagaimana kekuatan TNI AL dapat memberikan kontribusinya 
untuk pertahanan negara. Ini searah dengan bagaimana kemungkinan kekuatan 
tempur dapat digunakan, dalam hubungannya dengan masing-masing 
angkatan maupun dengan komponen bangsa lainnya, untuk masa sekarang 
maupun untuk waktu yang akan datang.


Sejarah Singkat TNI AL



Berdirinya Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut ) pada tanggal 10 September 1945 
menjadi tonggak penting bagi kehadiran Angkatan Laut di lingkungan 
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 
tanggal 17 Agustus 1945. Kehadiran BKR Laut ini tidak terlepas dari peran 
tokoh-tokoh bahariawan yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine 
selama masa penjajahan Belanda dan Kaigun pada jaman pendudukan 
Jepang. Faktor lain yang mendorong terbentuknya badan ini 
adalah masih adanya potensi yang memungkinkannya menjalankan fungsi 
Angkatan Laut seperti kapal - kapal dan pangkalan, meskipun pada saat 
itu Angkatan Bersenjata Indonesia belum terbentuk.

Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai 
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut 
yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia 
(ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. 
Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal 
peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel 
pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga 
laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak 
menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka 
menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata 
di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan 
pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan 
bantuan dari luar negeri.

Kepahlawanan prajurit samudera tercermin dalam berbagai pertempuran laut 
dengan Angkatan Laut Belanda di berbagai tempat seperti Pertempuran Selat 
Bali, Pertempuran Laut Cirebon, dan Pertempuran Laut Sibolga. Operasi 
lintas laut juga mampu menyusun pasukan bersenjata di Kalimantan Selatan, 
Bali, dan Sulawesi. Keterbatasan dalalm kekuatan dan kemampuan 
menyebabkan ALRI harus mengalihkan perjuangan di pedalaman, setelah 
sebagian besar kapal ditenggelamkan dan hampir semua pangkalan digempur 
oleh kekuatan militer Belanda dan Sekutu. Sebutan ALRI Gunung kemudian 
melekat pada diri mereka. Namun demikian tekad untuk kembali berperan 
di mandala laut tidak pernah surut. Dalam masa sulit selama Pereang 
Kemerdekaan ALRI berhasil membentuk Corps Armada (CA), Corps Marinier 
(CM), dan lembaga pendidikan di berbagai tempat. Pembentukan 
unsur - unsur tersebut menandai kehadiran aspek bagi pembentukan 
Angkatan Laut yang modern.

Berakhirnya Perang Kemerdekaan menandai pembangunan ALRI sebagai 
Angkatan Laut modern. Sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), 
sejak tahun 1949, ALRI menerima berbagai peralatan perang berupa 
kapal - kapal perang beserta berbagai fasilitas pendukungnya berupa 
Pangkalan Angkatan Laut. Langkah ini bersamaan dengan konsilidasi di tubuh 
ALRI, pembenahan organisasi, dan perekrutan personel melalui lembaga 
pendidikan sebelum mengawaki peralatan matra laut. Selama 1949-1959 
ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya. 
Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat 
ini disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), 
Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim 
sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut. Peralatan tempur 
ALRI pun bertambah baik yang berasal dari penyerahan Angkatan Laut Belanda 
maupun pembeliandari berbagai negara. Penyiapan prajurit yang profesional 
pun mendapatkan perhatian yang besar dengan pendirian lembaga 
pendidikan untuk mendidik calon - calon prajurit strata tamtama, bintara, 
dan perwira, serta pengiriman prajurit ALRI untuk mengikuti pendidikan 
luar negeri.

Dengan peningkatan kekuatan dan kemampuan tersebut, ALRI melai 
menyempurnakan strategi, taktik, maupun teknik operasi laut yang 
langsung diaplikasikan dalam berbagai operasi militer dalam rangka 
menghadapi gerakan separatis yang bermunculan pada tahun - tahun 
1950 hingga 1959. Dalam operasi penugasan PRRI di Sumatera, Permesta di 
Sulawesi, DI/TII di Jawa Barat, dan RMS di Maluku, ALRI memperoleh 
pelajaran dalam penerapan konsep operasi laut, operasi amfibi, dan operasi 
gabungan dengan angkatan lain.

Pada saat kondisi negara mulai membaik dari ancaman 
desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI mencanangkanPROGRAM yang dikenal 
sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun 1965 ALRI mengalami 
kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh politik 
konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa tidak dapat 
diselesaikan secara diplomatis. Berbagai peralatan tempur Angkatan Laut 
dari negara Eropa Timur memperkuat ALRI dan menjadi kekuatan dominan 
pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di jajaran ALRI antara 
lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas 'Skory', 
fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru 
kendali klas 'Komar', pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, dan Tank 
Amfibi PT-76. Dengan kekuatan tersebut pada era tahun 1960-an ALRI 
disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar di Asia.

Ada beberapa operasi laut selama operasi pembebasan Irian Barat yang dikenal 
dengan sebutan Operasi Trikora itu. Pada awal Trikora dogelar, 
kapal -kapal cepat torpedo ALRI harus berhadapan dengan kapal- kapal perusak, 
fregat, dan pesawat Angkatan Laut Belanda di Laut Aru pada 
tanggal 15 Januari 1962. Komodor Yos Soedarso beserta RI Macan Tutul 
tenggelam pada pertempuran laut tersebut. Peristiwa yang kemudian 
dikenang sebagai Hari Dharma Samudera itu memacu semangat untuk 
merebut Irian Barat secara militer. Pada saat itu ALRI mampu 
mengorganisasikan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi 
terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Tidak kurang dari 
100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut. 
Gelar kekuatan tersebut memaksa Belanda kembali ke meja perundingan 
dan dicapai kesepakatan untuk menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI.

Politik konfrontasi RI dalam melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme 
(Nekolim) dilanjutkan pada Operasi Dwikora untuk menentang pembentukan 
negara Malaysia. Meskipun unsur - unsur Angkatan Bersenjata RI telah disiapkan 
dalam operasi tersebut, namun operasi hanya sebatas pada operasi infiltrasi. 
Prajutir - prajurit ALRI dari kesatuan KKO-AL terlibat dalam tahap ini. 
Sementara unsur - unsur laut menggelar pameran bendera dalam rangka 
mengimbangi provokasi oleh kekuatan laut negara - negara sekutu. 
Operasi Dwikora tidak dilanjutkan seiring dengan suksesi pemerintahan di 
Indonesia pasca Pemberontakan G 30 S/PKI.

Sejak tahun 1966 ALRI yang kemudian disebut dengan TNI AL mengalami 
babak baru dalam perjalanan sejarahnya seiring dengan upaya integrasi ABRI. 
Dengan adanya integrasi ABRI secara organisatoris dan operasional telah 
mampu menyamakan langkah pada pelaksanaan tugas di bidang pertahanan 
dan keamanan sehingga secara doktrinal, arah pengembangan kekuatan 
dan kemampuan setiap angkatan menjadi terpusat. Kegiatan operasi yang 
menonjol pada kurun waktu 1970-an adalah Operasi Seroja dalam rangka 
integrasi Timor - Timur kepada RI. TNI AL berperan aktif dalam operasi 
pendaratan pasukan, operasi darat gabungan, dan pergeseran pasukan melalui 
laut.

Mulai dasawarsa 1980-an TNI AL melakukan langkah modernisasi peralatan 
tempurnya, kapal - kapal perang buatan Eropa Timur yang telah menjadi inti 
kekuatan TNI AL era 1960 dan 1970-an dinilai sudah tidak memenuhi 
tuntutan tugas TNI AL. Memburuknya hubungan RI - Uni Sovyet pasca 
pemerintahan Presiden Soekarno membuat terhentinya kerja sama militer 
kedua negara. Oleh karena itu TNI AL beralih mengadopsi teknologi Barat 
untuk memodernisasi kekuatan dan kemampuannya dengan membeli 
kapal - kapal perang dan peralatan tempur utama lainnya dari berbagai 
negara, diantaranya Korvet berpeluru kendali kelas 'Fatahillah'dari Belanda, 
Fregat berpeluru kendali klas 'Van Speijk' eks- AL Belanda, Kapal selam klas 
209/1300 buatan Jerman Barat, Kapal tempur cepat berpeluru kendali 
klas'Patrol Ship Killer' buatan Korea Selatan, dan Pesawat Patroli Maritim 
'Nomad-Searchmaster'eks-Angkatan BersenjataAUSTRALIA.

Pada saat yang sama TNI AL mengembangkan militer non tempur yang berupa 
operasi bakti kemanusiaan Surya Bhaskara Jaya di berbagai daerah terpencil 
di Indonesia yang hanya bisa dijangkau lewat laut. Operasi ini berintikan 
kegiatan pelayanan kesehatan, pembangunan dan rehabilitasi sarana publik, 
dan berbagai penyuluhan dibidang kesehatan, hukum, dan bela negara. 
Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun hingga sekarang. 
Sejumlah negara juga pernah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut 
antara lain Singapura,AUSTRALIA dan Negara Amerika Serikat. 
TNI AL juga berupaya menggalakan pembangunan sektor kelautan 
jauh sebelum Departemen Kelautan terbentuk, khususnya yang berhubungan 
dengan aspek pertahanan dan keamanan di laut. Kegiatan - kegiatan 
nyata yang dilakukan TNI AL adalah mendirikan badan - badan pengkajian 
pembangunan kelautanbersama - sama dengan pemerintah dan swasta di 
beberapa daerah, program desa pesisir percontohan yangterangkum dalam 
Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir), dan program Pembinaan Potensi 
Nasional menjadi KekuatanMaritim (Binpotnaskuatmar). Dalam rangka 
menggelorakan jiwa bahari bangsa, TNI AL menggelar event kelautan skala 
internasional yaitu Arung Samudera 1995 yang berintikan Lomba Kapal Layar 
Tiang Tinggi dan perahu layar. TNI AL juga menjadi pendukung utama 
dicanangkan Tahun Bahari 1996 dan Deklarasi Bunaken 1998 yang 
merupakan manifestasi pembangunan kelautan di Indonesia.

Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa 
kapal - kapal perang jenis korvet klas 'Parchim', kapal pendarat tank (LST) 
klas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau klas Kondor.Penambahan kekuatan ini dinilai 
masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih - lebih pada masa 
krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun 
perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI 
membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam 
bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi 
Armada yang tersusun dalam flotila - flotila kapal perang sesuai dengan 
kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan 
pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan 
setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta. Pembenahan - pembenahan 
tersebut merupakan bagian dari tekad TNI AL menuju Hari Esok yang Lebih Baik.

Related Posts:

0 Response to "TNI AL"

Posting Komentar