TNI-AL
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL)
Motto : Jalesveva Jayamahe
Elemen-Elemen :
1. Garuda Pancasila adalah falsafah negara Republik Indonesia yang
sepenuhnya menjadi unsur utama lambang AL.
2. Jangkar melukiskan semangat bahari dan kecintaan prajurit AL
terhadap seluruh nusantara.
3. Rantai yang melilit pada jangkar melukiskan semangat kesatuan
dan persatuan seluruh gugusan kepulauan RI.
4. Padi diantara kapas melukiskan cita-cita kemakmuran bangsa
Indonesia dengan kecukupan pangan.
5. Kapas yang menjadi lambang sandang melukiskan cita-cita
kesejahteraan bangsa dengan memiliki cukup pakaian.
Fungsi TNI AL
Dalam kaitannya dengan tujuan dasar strategi militer, TNI AL
memiliki dua fungsi dasar yaitu Pengendalian Laut dan Proyeksi
Kekuatan. Dua fungsi ini saling berhubungan satu dengan
lainnya. Tingkat pengendalian di laut sangat ditentukan
dengan tersedianya kekuatan yang diproyeksikan. Sebaliknya,
kemampuan untuk memproyeksikan kekuatan dibuat untuk
mendukung pengendalian laut.
mendukung pengendalian laut.
1. Pengendalian Laut
Pada dasarnya pengendalian laut bertujuan untuk menjamin
kepentingan nasional di dan lewat laut, dan bertujuan agar mampu
secara optimal memanfaatkan potensi laut yang dimilikinya untuk
kepentingan bangsa sendiri, serta mampu mencegah atau
menghambat pemanfaatan oleh bangsa lain yang dapat merugikan
kepentingan sendiri.
menghambat pemanfaatan oleh bangsa lain yang dapat merugikan
kepentingan sendiri.
2. Proyeksi Kekuatan, terbagi ke dalam :
a. Proyeksi kekuatan sebagai bagian dari pengendalian laut.
Adalah penggunaan dari kapal-kapal TNI AL dan pasukan
Marinir untuk memastikan pengendalian dan terpeliharanya
keamanan di laut dan daerah penting lainnya.
b. Proyeksi kekuatan untuk mendukung kampanye kekuatan
darat dan udara. Spektrum yang lebih luas ini meliputi operasi
amfibi, penggunaan pesawat angkut udara, bantuan tembakan
kapal terhadap sasaran di darat, dalam mendukung kampanye
udara dan darat.
Peran TNI AL
1. Peran Militer (Military/Defence)
Peran Militer TNI AL dilaksanakan dalam rangka menegakkan
kedaulatan negara di laut dengan cara pertahanan negara
dan penangkalan ; menyiapkan kekuatan untuk persiapan
perang, menangkal setiap ancaman militer melalui laut,
menjaga stabilitas kawasan maritim, melindungi dan
menjaga perbatasan laut dengan negara tetangga.
Selanjutnya dalam upaya pertahanan negara dan penangkalan
ini dilaksanakan kegiatan ataupun operasi untuk ; melindungi
segenap aktifitas negara dalam eksplorasi dan eksploitasi laut,
melindungi kehidupan, kepentingan dan kekayaan laut nasional
baik dari ancaman luar maupun dalam negeri, menyiapkan sistem
pertahanan laut yang handal, membangun kekuatan tempur
laut yang siap untuk perang, membangun pangkalan-pangkalan
dan fasilitas labuh bagi kapal-kapal, serta menunjukan iktikad damai
terhadap negara tetangga.
Peran militer dalam keadaan perang ataupun konflik bersenjata pada
hakekatnya adalah penggunaan kekuatan secara optimal untuk memenangkan
perang atau konflik bersenjata. Penggunaan kekuatan tersebut tergantung
kondisi geografi dan intensitas konflik bersenjata yang dihadapi.
Penggunaan kekuatan diarahkan untuk menghadapi setiap agresi militer
melalui laut, mencegah musuh untuk menggunakan laut untuk
kepentingannya, mengendalikan laut untuk kepentingan nasional,
mengamankan dan melindungi penggunaan laut bagi lalu lintas manusia
dan barang, menggunakan laut untuk proyeksi kekuatan ke darat,
serta mendukung operasi pemeliharaan perdamaian PBB.
2. Peran Polisionil (Constabulary)
Peran Polisionil TNI AL dilaksanakan dalam rangka menegakkan
hukum di laut, melindungi sumber daya dan kekayaan laut nasional,
memelihara ketertiban di laut, serta mendukung pembangunan bangsa,
dalam hal ini memberikan kontribusi terhadap stabilitas dan
pembangunan nasional. Peran polisionil ini dilaksanakan di seluruh
perairan laut yurisdiksi nasional yang secara umum untuk memelihara
ketertiban di laut. Peran untuk melaksanakan tugas penegakkan dan
hukum di laut diselenggarakan secara mandiri atau gabungan dengan
komponen kekuatan laut lainnya.
Pelaksanaan penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan laut
dengan cara menggelar operasi laut di kawasan strategis dan operasi
laut sehari-hari. Menegakkan hukum dan memelihara ketertiban di laut
dilaksanakan dalam upaya melindungi pemanfaatan kekayaan laut secara legal,
mencegah penyelundupan dan imigran gelap serta mencegah
pelanggaran-pelanggaran di laut lainnya. Sedangkan untuk keamanan
jalur lintas laut internasional, diselenggarakan dalam rangka mendukung
dan melaksanakan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional di wilayah
laut yurisdiksi nasional.
3. Peran Dukungan Diplomasi (Diplomacy Supporting)
Peran Dukungan Diplomasi oleh TNI AL merupakan peran yang sangat
penting seperti halnya setiap angkatan laut di seluruh dunia. Peran ini
dahulu dikenal sebagai Unjuk Kekuatan Angkatan Laut yang telah
menjadi peran tradisional angkatan laut. Dukungan diplomasi adalah
penggunaan kekuatan laut sebagai sarana diplomasi dalam mendukung
kebijaksanaan luar negeri pemerintah, dan dirancang untuk
mempengaruhi kepemimpinan negara atau beberapa negara
dalam keadaan damai atau pada situasi yang bermusuhan.
Secara tradisional, angkatan laut menunjukan kehadirannya di laut
dengan melaksanakan kunjungan kapal-kapal perang ke luar negeri
untuk mengingatkan dan menunjukan kemampuan dan kekuatannya
di laut. Di samping itu untuk mempengaruhi pandangan negara-negara
yang dikunjungi terhadap kebesaran bangsa, dan mempromosikan di
dunia internasional. Kehadiran di laut itu tidak didasarkan atas adanya
ancaman, namun lebih merupakan sebagai duta bangsa yang berperan
untuk membentuk opini dan membangun kepercayaan antar negara
(Confidence Building Measures/CBM). Kapal perang yang melaksanakan
tugas diplomasi ini harus memiliki kesiapan tempur yang prima, mudah
dikendalikan, memiliki mobilitas yang tinggi, memiliki kemampuan proyeksi
kekuatan ke darat, serta mampu untuk menampilkan sosok angkatan laut
yang kuat dan berwibawa sebagai simbol dari kekuatan, dan memiliki daya
tahan operasi yang tinggi.
4. Peran Lainnya
Disamping tiga peran di atas, TNI AL juga memiliki peran yang tidak
kalah pentingnya yaitu peran untuk melaksanakan operasi lain selain
perang (Military Operations Other Than War) dalam rangka memanfaatkan
kekuatan TNI AL bagi kepentingan bangsa dan negara. Peran tersebut
mencakup tugas-tugas kemanusiaan dan penanggulangan bencana,
search and rescue, operasi perdamaian dan operasi bantuan lainnya
yang dibutuhkan.
Doktrin TNI AL
1. Hakekat Doktrin
Definisi paling sederhana, doktrin adalah suatu ajaran". Sedangkan
definisi umum tentang Doktrin Militer adalah prinsip-prinsip dasar yang
digunakan oleh militer sebagai pedoman untuk bertindak dalam mencapai
tujuan. Oleh sebab itu istilah doktrin yang dimaksudkan disini adalah
doktrin militer. Doktrin bukanlah seperangkat aturan-aturan yang
penerapannya tanpa memerlukan pemikiran, melainkan merupakan
suatu kerangka kerja untuk memahami hakekat konflik bersenjata dan
penggunaan kekuatan militer. Tujuannya adalah untuk membimbing,
menjelaskan dan mengajarkan, serta menyediakan dasar untuk diskusi dan
studi lebih lanjut.
Doktrin adalah pokok pemikiran yang menyangga kebijakan pertahanan.
Doktrin bersifat menerangkan dan menjelaskan, sedangkan kebijakan
bersifat mengarahkan dan menentukan. Landasan doktrin adalah sejarah,
dan kewenangannya diperoleh melalui pengalaman yang bermacam-macam.
Sekalipun doktrin sudah teruji oleh sejarah dan pengalaman, bukan berarti
doktrin tidak boleh diubah. Doktrin berkembang sebagai respon dari
perubahan politik atau latar belakang strategi, atau sebagai hasil dari
teknologi baru. Oleh karena itu, doktrin mempengaruhi jalan yang ditempuh
dari kebijakan dan perencanaan yang akan ditetapkan, demikian pula akan
mempengaruhi bagaimana kekuatan militer akan diorganisasikan dan dilatih,
serta bagaimana cara memperoleh peralatan yang dibutuhkan. Hubungan
antara doktrin dengan strategi adalah bahwa Doctrine influences strategy
and results of strategy become the experiences that are the basis for doctrine.
2. Arti Penting Doktrin
Doktrin memiliki arti sangat penting, karena pemahaman terhadap
doktrin dapat membantu memperjelas pemikiran untuk kmemutuskan
cara bertindak pada situasi kekacauan yang disebabkan oleh krisis atau perang.
Doktrin memberikan bimbingan dan latihan konsistensi bersikap dan
berperilaku, kebersamaan dan saling mempercayai, untuk menghasilkan
suatu tindakan kolektif yang wajar dan benar. Di samping itu, doktrin
dapat mengarahkan organisasi atau komando untuk menjamin keterpaduan
pencapaian sasaran.
3. Sejarah Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya
Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya telah menggariskan landasan sejarah
dari peran Angkatan Laut di dunia, hal mana merupakan fakta dari sejarah
bahwa kebesaran suatu bangsa atau negara maritim sangat ditentukan oleh
kekuatan lautnya, berupa kekuatan armada niaganya yang mampu
berlayar mengarungi samudera untuk melakukan perdagangan.
Untuk menjamin keselamatan dari armada niaga, maka dibentuklah
suatu kekuatan armada bersenjata yaitu Angkatan Laut. Berdasarkan
fakta sejarah tersebut, maka kehadiran angkatan laut untuk memberikan
jaminan keamanan di laut, sudah merupakan suatu conditiosine quanon.
Doktrin formal TNI AL dimulai dengan diresmikannya Doktrin ALRI Eka
Sasana Jaya berdasarkan Keputusan Menteri / Panglima ALRI Nomor : 5000.1
pada tanggal 17 Agustus 1965, dan kemudian disahkan oleh Presiden RI
pada tahun 1965 itu juga. Esensi dari Doktrin ALRI Eka Sasana Jaya adalah
semangat perjuangan Angkatan Laut pada waktu itu, setelah
keberhasilan perjuangan bangsa dalam membebaskan Irian Jaya dilanjutkan
masuk dalam kancah konfrontasi dengan Malaysia. Oleh karena itu nuansa
Doktrin ALRI Eka Sasana Jaya tahun 1965 adalah nuansa membangkitkan
semangat perjuangan. Eka Sasana Jaya tahun 1965 itu juga dimaksudkan
sebagai Doktrin Keamanan Revolusi Indonesia, sebagai Doktrin Kekaryaan
ALRI, dan sebagai Doktrin Bahari Indonesia.
Sebelum itu, sebenarnya sudah ada publikasi-publikasi resmi ALRI yang
digunakan sebagai Petunjuk Tempur. Secara formal belum disebut sebagai
suatu doktrin, namun pada dasarnya adalah doktrin pada level operasi
dan taktik, misalnya Prosedur Operasi Amfibi, Operasi Anti Kapal Selam,
maupun prosedur Bantuan Tembakan Kapal dan Bantuan Tembakan Udara.
Di samping itu, pemikir ALRI pada waktu itu juga berhasil merumuskan suatu
pedoman sikap mental dan tingkah laku prajurit, yaitu Trisila Angkatan Laut.
Konsep Trisila dicetuskan oleh Laksamana Muda TNI Anumerta Yos Sudarso
pada tahun 1956 ketika almarhum masih berpangkat Mayor, dan didiskusikan
bersama rekan-rekannya antara lain Laksamana Mursalim dan
Laksamana Mulyadi yang waktu itu masih berpangkat Kapten. Trisila
yang terdiri dari ; Disiplin, Hirarki dan Kehormatan Militer, tidak
bertentangan dan justru bersumber dari Pancasila, Sapta Marga,
Sumpah Prajurit maupun Delapan Wajib TNI, dan merupakan suatu
konsepsi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa kebersamaan, sumber
semangat Korps, serta mendorong terciptanya kehidupan Khas TNI AL
sesuai medan juangnya di laut yang begitu unik dan berat.
Istilah "doktrin" bagi TNI/ABRI mulai digunakan lagi sejak tahun 1982
ketika diresmikan Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta
sebagai Pedoman Penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara
bagi TNI/ABRI pada waktu itu, yang kemudian dimantapkan ke dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara. Perkembangan selanjutnya
pada tahun 1988 disahkan Doktrin Catur Dharma Eka Karma
berdasarkan Keputusan Pangab Nomor : Kep/04/II/1998 tanggal 27 Februari 1988,
yang dimaksudkan sebagai Doktrin Induk bagi TNI/ABRI.
Selanjutnya pada tahun 1991 disahkan Doktrin Pertahanan Keamanan
Negara berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor : Kep/17/X/1991
tanggal 5 Oktober 1991, dimaksudkan sebagai Doktrin Dasar TNI/ABRI.
Kemudian pada tahun 1994 diresmikan Doktrin Sad Daya Dwi Bhakti
berdasarkan Keputusan Pangab Nomor : Kep/05/III/1994
tanggal 21 Maret 1994, sebagai Doktrin Pelaksana TNI/ABRI.
Sampai akhir dekade 90-an, TNI/ABRI disatukan dengan
tiga buah doktrin level strategi ; Doktrin Dasar adalah
Doktrin Hankamneg 1991, Doktrin Induk adalah
Doktrin Catur Dharma Eka Karma 1988, dan Doktrin Pelaksanaannya
adalah Doktrin Sad Daya Dwi Bhakti 1994.
Dengan disatukannya TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Polri dalam ABRI
dan digunakannya Doktrin Catur Dharma Eka Karma 1988 sebagai
Doktrin Induk serta Doktrin Sad Daya Dwi Bhakti 1994 sebagai
Doktrin Pelaksanaan, masing-masing doktrin angkatan otomatis
tidak digunakan lagi. Doktrin Induk maupun Doktrin Pelaksanaan
dijabarkan di masing-masing angkatan berupa Buku-Buku Petunjuk.
Di TNI AL Buku-Buku Petunjuk tersebut dijabarkan dan ditata dalam
suatu stratifikasi : Buku Petunjuk Dasar (PUM-1), Buku Petunjuk
Induk (PUM-1.01 s/d PUM-1.13), dan Buku Petunjuk Pembinaan
maupun Buku Petunjuk Operasi, kesemuanya pada dasarnya adalah
doktrin pada level operasi dan taktik.
Perubahan situasi politik dan pemerintahan pada tahun 1998 yang
kemudian diikuti dengan penataan fungsi dan peran TNI berdasarkan
paradigma baru TNI, antara lain perubahan ABRI kembali menjadi TNI
dan lepasnya Polri dari ABRI, kemudian dihapuskannya Dwifungsi ABRI,
mendorong masing-masing angkatan untuk merevisi dan menata kembali
doktrin angkatan maupun publikasi-publikasi resmi yang digunakan dalam
Pembinaan, Pengembangan, dan Penggunaan Kekuatan. Untuk TNI AL
penyusunan doktrin angkatan bertitik tolak dari pengertian doktrin militer
yang dianut secara universal oleh negara-negara di dunia, dengan mengadopsi
pandangan-pandangan dari para pemikir doktrin maritim maupun doktrin
militer, baik di tingkat nasional maupun tingkat dunia.
Pandangan-pandangan dari pemikir strategi maritim tingkat dunia
semacam Alfred Thayer Mahan dan Sir Jullian Corbett bagaimanapun
juga tetap mewarnai esensi dari doktrin TNI AL, di samping pemikir
strategi maritim tingkat nasional seperti almarhum Laksamana Muda
TNI Suwarso MSc yang hasil karya berupa kumpulan tulisan-tulisannya
sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu referensi utama oleh TNI AL.
4. Garis Besar Isi Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya
a. Bab-I, tentang Lingkungan Laut dan Sifat Dasar Kekuatan Laut.
Bab pertama ini menjelaskan apa saja yang dimaksud dengan lingkungan laut
dan lingkungan strategis maritime yang mendasari dimensi strategi militer,
ruang tempur multi dimensi dan atribut kekuatan laut.
b. Bab-II tentang Perang dan Konflik Bersenjata. Bab selanjutnya membahas
tentang hakekat perang dan konflik bersenjata dalam suatu dimensi konflik.
Hal ini menyebabkan konflik di dunia modern terbagi ke dalam
macam-macam konflik serta eskalasi dan tingkatan konflik. Dengan demikian
peperangan laut juga akan terbagi pada tingkatan komando dan
perencanaan serta hubungannya dengan konvensi internasional.
c. Bab-III tentang Konsepsi Pertahanan Negara di Laut. Bab ini mengulas
makna laut bagi bangsa Indonesia sehingga dapat dijadikan konsepsi dasar
pertahanan negara. Konsepsi ini juga mewadahi kepentingan nasional serta
fungsi dan peran angkatan laut yang dituangkan ke dalam pkok-pokok
pertahanan laut nusantara. Penerapan konsep ini dibatasi dengan kawasan
operasi/focal area tertentu sebagai mandala perang dan sejalan dengan
konsep pelibatan dan daerah latihan sesuai prinsip-prinsip perang laut.
d. Bab-IV tentang Kekuatan dan Kemampuan Maritim. Bab berikutnya
memberikan gambaran bagaimana kekuatan dan kemampuan maritim
diproyeksikan menjadi kemampuan TNI AL sekaligus implementasinya
dalam bentuk kemampuan operasi di laut.
e. Bab-V tentang Pokok-pokok Penggunaan Kekuatan Laut. Bab ini mengalir
dari kemampuan operasi di laut oleh TNI AL dalam penggunaan pada tugas
perang dan penggunaan tugas non perang.
f. Bab-VI tentang Perencanaan dan penyelenggaraan Operasi dan
Kampanye Maritim. Bab ini menjabarkan tujuan strategi militer yang
ingin dicapai memanfaatkan seni operasi. Tujuan ini dicapai melalui
kampanye maritim yang didahului dengan suatu proses perencanaan
yang terpadu dan terinci sesuai tahapan kampanye maritim.
g. Bab-VII tentang Komando Pengendalian dan Dukungan Logistik.
Bab terakhir ini menjelaskan masalah komando dan pengendalian pada
saat operasi laut berlangsung untuk mendukum kampanye maritim.
Selain itu juga disinggung mengenai komunikasi dan elektronika serta
dukungan logistik yang dapat diberikan.
5. Stratifikasi Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya
Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya. Doktrin ini adalah Doktrin TNI AL yang
menjadi landasan bagi doktrin-doktrin lainnya yang diwujudkan dalam
Buku-buku Petunjuk dan digunakan pedoman oleh jajaran TNI AL.
Posisi Doktrin ini dalam hirarki Doktrin Pertahanan Negara, digambarkan
pada Lampiran "A". Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya menjelaskan lingkungan
laut dan sifat dasar kekuatan laut, perang dan konflik bersenjata, konsepsi
pertahanan negara di laut, kekuatan dan kemampuan maritim serta memberikan
gambaran bagaimana kekuatan TNI AL dapat memberikan kontribusinya
untuk pertahanan negara. Ini searah dengan bagaimana kemungkinan kekuatan
tempur dapat digunakan, dalam hubungannya dengan masing-masing
angkatan maupun dengan komponen bangsa lainnya, untuk masa sekarang
maupun untuk waktu yang akan datang.
Sejarah Singkat TNI AL
Berdirinya Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut ) pada tanggal 10 September 1945
menjadi tonggak penting bagi kehadiran Angkatan Laut di lingkungan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Kehadiran BKR Laut ini tidak terlepas dari peran
tokoh-tokoh bahariawan yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine
selama masa penjajahan Belanda dan Kaigun pada jaman pendudukan
Jepang. Faktor lain yang mendorong terbentuknya badan ini
adalah masih adanya potensi yang memungkinkannya menjalankan fungsi
Angkatan Laut seperti kapal - kapal dan pangkalan, meskipun pada saat
itu Angkatan Bersenjata Indonesia belum terbentuk.
Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut
yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia
(ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya.
Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal
peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel
pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga
laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak
menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka
menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata
di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan
pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan
bantuan dari luar negeri.
Kepahlawanan prajurit samudera tercermin dalam berbagai pertempuran laut
dengan Angkatan Laut Belanda di berbagai tempat seperti Pertempuran Selat
Bali, Pertempuran Laut Cirebon, dan Pertempuran Laut Sibolga. Operasi
lintas laut juga mampu menyusun pasukan bersenjata di Kalimantan Selatan,
Bali, dan Sulawesi. Keterbatasan dalalm kekuatan dan kemampuan
menyebabkan ALRI harus mengalihkan perjuangan di pedalaman, setelah
sebagian besar kapal ditenggelamkan dan hampir semua pangkalan digempur
oleh kekuatan militer Belanda dan Sekutu. Sebutan ALRI Gunung kemudian
melekat pada diri mereka. Namun demikian tekad untuk kembali berperan
di mandala laut tidak pernah surut. Dalam masa sulit selama Pereang
Kemerdekaan ALRI berhasil membentuk Corps Armada (CA), Corps Marinier
(CM), dan lembaga pendidikan di berbagai tempat. Pembentukan
unsur - unsur tersebut menandai kehadiran aspek bagi pembentukan
Angkatan Laut yang modern.
Berakhirnya Perang Kemerdekaan menandai pembangunan ALRI sebagai
Angkatan Laut modern. Sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB),
sejak tahun 1949, ALRI menerima berbagai peralatan perang berupa
kapal - kapal perang beserta berbagai fasilitas pendukungnya berupa
Pangkalan Angkatan Laut. Langkah ini bersamaan dengan konsilidasi di tubuh
ALRI, pembenahan organisasi, dan perekrutan personel melalui lembaga
pendidikan sebelum mengawaki peralatan matra laut. Selama 1949-1959
ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya.
Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat
ini disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL),
Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim
sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut. Peralatan tempur
ALRI pun bertambah baik yang berasal dari penyerahan Angkatan Laut Belanda
maupun pembeliandari berbagai negara. Penyiapan prajurit yang profesional
pun mendapatkan perhatian yang besar dengan pendirian lembaga
pendidikan untuk mendidik calon - calon prajurit strata tamtama, bintara,
dan perwira, serta pengiriman prajurit ALRI untuk mengikuti pendidikan
luar negeri.
Dengan peningkatan kekuatan dan kemampuan tersebut, ALRI melai
menyempurnakan strategi, taktik, maupun teknik operasi laut yang
langsung diaplikasikan dalam berbagai operasi militer dalam rangka
menghadapi gerakan separatis yang bermunculan pada tahun - tahun
1950 hingga 1959. Dalam operasi penugasan PRRI di Sumatera, Permesta di
Sulawesi, DI/TII di Jawa Barat, dan RMS di Maluku, ALRI memperoleh
pelajaran dalam penerapan konsep operasi laut, operasi amfibi, dan operasi
gabungan dengan angkatan lain.
Pada saat kondisi negara mulai membaik dari ancaman
desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI mencanangkanPROGRAM yang dikenal
sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun 1965 ALRI mengalami
kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh politik
konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa tidak dapat
diselesaikan secara diplomatis. Berbagai peralatan tempur Angkatan Laut
dari negara Eropa Timur memperkuat ALRI dan menjadi kekuatan dominan
pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di jajaran ALRI antara
lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas 'Skory',
fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru
kendali klas 'Komar', pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, dan Tank
Amfibi PT-76. Dengan kekuatan tersebut pada era tahun 1960-an ALRI
disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar di Asia.
Ada beberapa operasi laut selama operasi pembebasan Irian Barat yang dikenal
dengan sebutan Operasi Trikora itu. Pada awal Trikora dogelar,
kapal -kapal cepat torpedo ALRI harus berhadapan dengan kapal- kapal perusak,
fregat, dan pesawat Angkatan Laut Belanda di Laut Aru pada
tanggal 15 Januari 1962. Komodor Yos Soedarso beserta RI Macan Tutul
tenggelam pada pertempuran laut tersebut. Peristiwa yang kemudian
dikenang sebagai Hari Dharma Samudera itu memacu semangat untuk
merebut Irian Barat secara militer. Pada saat itu ALRI mampu
mengorganisasikan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi
terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Tidak kurang dari
100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.
Gelar kekuatan tersebut memaksa Belanda kembali ke meja perundingan
dan dicapai kesepakatan untuk menyerahkan Irian Barat ke pangkuan RI.
Politik konfrontasi RI dalam melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme
(Nekolim) dilanjutkan pada Operasi Dwikora untuk menentang pembentukan
negara Malaysia. Meskipun unsur - unsur Angkatan Bersenjata RI telah disiapkan
dalam operasi tersebut, namun operasi hanya sebatas pada operasi infiltrasi.
Prajutir - prajurit ALRI dari kesatuan KKO-AL terlibat dalam tahap ini.
Sementara unsur - unsur laut menggelar pameran bendera dalam rangka
mengimbangi provokasi oleh kekuatan laut negara - negara sekutu.
Operasi Dwikora tidak dilanjutkan seiring dengan suksesi pemerintahan di
Indonesia pasca Pemberontakan G 30 S/PKI.
Sejak tahun 1966 ALRI yang kemudian disebut dengan TNI AL mengalami
babak baru dalam perjalanan sejarahnya seiring dengan upaya integrasi ABRI.
Dengan adanya integrasi ABRI secara organisatoris dan operasional telah
mampu menyamakan langkah pada pelaksanaan tugas di bidang pertahanan
dan keamanan sehingga secara doktrinal, arah pengembangan kekuatan
dan kemampuan setiap angkatan menjadi terpusat. Kegiatan operasi yang
menonjol pada kurun waktu 1970-an adalah Operasi Seroja dalam rangka
integrasi Timor - Timur kepada RI. TNI AL berperan aktif dalam operasi
pendaratan pasukan, operasi darat gabungan, dan pergeseran pasukan melalui
laut.
Mulai dasawarsa 1980-an TNI AL melakukan langkah modernisasi peralatan
tempurnya, kapal - kapal perang buatan Eropa Timur yang telah menjadi inti
kekuatan TNI AL era 1960 dan 1970-an dinilai sudah tidak memenuhi
tuntutan tugas TNI AL. Memburuknya hubungan RI - Uni Sovyet pasca
pemerintahan Presiden Soekarno membuat terhentinya kerja sama militer
kedua negara. Oleh karena itu TNI AL beralih mengadopsi teknologi Barat
untuk memodernisasi kekuatan dan kemampuannya dengan membeli
kapal - kapal perang dan peralatan tempur utama lainnya dari berbagai
negara, diantaranya Korvet berpeluru kendali kelas 'Fatahillah'dari Belanda,
Fregat berpeluru kendali klas 'Van Speijk' eks- AL Belanda, Kapal selam klas
209/1300 buatan Jerman Barat, Kapal tempur cepat berpeluru kendali
klas'Patrol Ship Killer' buatan Korea Selatan, dan Pesawat Patroli Maritim
'Nomad-Searchmaster'eks-Angkatan BersenjataAUSTRALIA.
Pada saat yang sama TNI AL mengembangkan militer non tempur yang berupa
operasi bakti kemanusiaan Surya Bhaskara Jaya di berbagai daerah terpencil
di Indonesia yang hanya bisa dijangkau lewat laut. Operasi ini berintikan
kegiatan pelayanan kesehatan, pembangunan dan rehabilitasi sarana publik,
dan berbagai penyuluhan dibidang kesehatan, hukum, dan bela negara.
Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun hingga sekarang.
Sejumlah negara juga pernah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut
antara lain Singapura,AUSTRALIA dan Negara Amerika Serikat.
TNI AL juga berupaya menggalakan pembangunan sektor kelautan
jauh sebelum Departemen Kelautan terbentuk, khususnya yang berhubungan
dengan aspek pertahanan dan keamanan di laut. Kegiatan - kegiatan
nyata yang dilakukan TNI AL adalah mendirikan badan - badan pengkajian
pembangunan kelautanbersama - sama dengan pemerintah dan swasta di
beberapa daerah, program desa pesisir percontohan yangterangkum dalam
Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir), dan program Pembinaan Potensi
Nasional menjadi KekuatanMaritim (Binpotnaskuatmar). Dalam rangka
menggelorakan jiwa bahari bangsa, TNI AL menggelar event kelautan skala
internasional yaitu Arung Samudera 1995 yang berintikan Lomba Kapal Layar
Tiang Tinggi dan perahu layar. TNI AL juga menjadi pendukung utama
dicanangkan Tahun Bahari 1996 dan Deklarasi Bunaken 1998 yang
merupakan manifestasi pembangunan kelautan di Indonesia.
Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa
kapal - kapal perang jenis korvet klas 'Parchim', kapal pendarat tank (LST)
klas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau klas Kondor.Penambahan kekuatan ini dinilai
masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih - lebih pada masa
krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun
perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI
membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam
bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi
Armada yang tersusun dalam flotila - flotila kapal perang sesuai dengan
kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan
pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan
setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta. Pembenahan - pembenahan
tersebut merupakan bagian dari tekad TNI AL menuju Hari Esok yang Lebih Baik.
0 Response to "TNI AL"
Posting Komentar